SBY Berkicau Jawab Kemenkeu soal Data Kemiskinan Keuangan

SBY Berkicau Jawab Kemenkeu soal Data Kemiskinan

Terakhir diperbaharui: 1 Agustus 2018

Jakarta - Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali angkat bicara tentang jumlah orang yang masuk dalam kategori miskin di Indonesia. Dia menanggapi pernyataan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti yang membantah pernyataannya tentang 40% penduduk Indonesia dalam kategori miskin.

Kali ini dia memberikan pernyataan melalui akun twitternya. Dia merasa perlu memberikan klarifikasi atas pernyataannya sebelumnya.

"Banyak yang salah mengerti arti the bottom 40%, kemudian langsung berikan sanggahan tak benar jumlah penduduk miskin 100 juta orang," cuit SBY, Rabu (1/8/2018).

>
SBY menjelaskan, pernyataannya itu berasal dari data World Bank tentang The Bottom 40%. Dia mengartikan bahwa ada 40% penduduk golongan bawah di masing-masing negara.

Data itu, terang SBY merupakan dari negara berkembang yang pendapatan per kapitanya masih rendah. 40% yang disebutkannya masuk dalam kaum sangat miskin, miskin dan hampir miskin.

"Dengan melemahnya ekonomi, the bottom 40% alami persoalan. Ini saya ketahui dari hasil survey dan dialog saya dengan ribuan rakyat di puluhan kab/kota," tambahnya.

Menurut SBY hal itu tentu harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah saat ini dan yang akan datang.

Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti di laman Facebook-nya membeberkan tiga hal. Pertama perhitungan tersebut dianggap tidak benar.

Sebab Frans menilai dalam perhitungan poverty line atau garis kemiskinan yang dilakukan Bank Dunia tidak menggunakan kurs yang digunakan sehari-hari. Namun menggunakan nilai tukar yang memperhatikan paritas daya beli sebesar Rp 5.639.

"Perhitungan yang dilakukan adalah tidak benar. Untuk perhitungan poverty line, Bank Dunia tidak menggunakan nilai tukar kurs dolar sebagaimana yang dipakai dalam kurs sehari-hari. Dalam penghitungan tersebut disampaikan bahwa kursnya Rp 13.300, sedangkan Bank Dunia dalam penghitungannya menggunakan nilai tukar sebesar Rp 5.639 untuk tahun 2018 ini. Nilai tukar ini berbeda karena memperhatikan Purchasing Power Parity (PPP)," jelasnya dikutip detikFinance, Rabu (1/8/2018).

Kemudian, ia juga menjelaskan perhitungan angka kemiskinan bila menggunakan skema saat ini bisa didapat angka kemiskinan sebesar 4,6% dan orang di bawah garis kemiskinan sekitar 12,15 juta jiwa. Sedangkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kemiskinan 9,82% atau sekitar 25,96 juta jiwa.

Sehingga, angka tersebut tentu lebih kecil dari yang disebut oleh SBY sebanyak 100 juta orang miskin.

(zlf/zlf)

Sumber: detik.com