Mengenal Mujirun, Pelukis Uang "Soeharto Mesem" Keuangan

Mengenal Mujirun, Pelukis Uang "Soeharto Mesem"

Terakhir diperbaharui: 19 Agustus 2018

Jakarta - Ingat dengan uang Rupiah pecahan Rp 50.000 bergambar Soeharto? Uang ini diterbitkan pada 1995 untuk memperingati 25 tahun pemerintahan Soeharto membangun Indonesia dan ia dijuluki sebagai 'Bapak Pembangunan Indonesia'.

Uang ini memiliki banyak gambar di dalamnya. Mulai dari pembangunan rumah ibadah, tempat wisata, jalan Semanggi, pendidikan, pelabuhan, bandara hingga pabrik.

Sudah tahu siapa pelukis Soeharto Mesem ini?

>
Ialah Mujirun, seorang engraver atau pengukir uang dari Perum Perusahaan Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri). Pada 1994-1995, Mujirun menceritakan Peruri mendapatkan pesanan dari Bank Indonesia (BI) untuk melakukan pencetakan uang edisi khusus tersebut.

Namun saat itu, selain dari Peruri, BI juga memanggil engraver asal Australia untuk menggarap ukiran uang tersebut. "Waktu itu saya bersaing dengan engraver dari Australia, kami berdua menggambar desain yang diminta oleh BI. Saya dua dan dia tiga gambar," cerita Mujirun saat ditemui detikFinance belum lama ini.

Pria kelahiran 26 November 1958 itu menjelaskan, sempat ada rasa pesimis karena bersaing dengan engraver asal luar negeri itu. Namun setelah menyelesaikan gambar, Mujirun dan engraver Australia diminta menyerahkan desain ke Sekretariat negara untuk dinilai dan dipilih oleh pak Harto.

"Akhirnya mereka menyetujui dan gambar saya yang terpilih. Saya yakin pak Harto pasti punya tim penilai juga ketika memilih gambar. Prosesnya memang tidak mudah. Tapi saya senang, artinya Indonesia tidak kalah kualitasnya dengan orang luar negeri," ujar dia.

Kata Mujirun, saat karya diserahkan seluruhnya dimasukkan ke amplop yang tidak diberikan nama. Jadi pemilihan gambar memang benar-benar sesuai dengan kualitas.

Setelah mengetahui jika karyanya yang terpilih, engraver asal Australia itu memberikan ucapan selamat ke Mujirun. Engraver Australia itu, bahkan sempat memberikan kenang-kenangan pisau ukir untuk Mujirun.

Kesuksesan Mujirun tak didapatkan secara instan. Ia bercerita, menyukai seni rupa sejak kecil. Waktu sekolah dasar ia menjual wayang hasil karyanya sendiri kepada teman-temannya. Ia membuka lapak di sekolah dan di rumah, hingga tetangganya mengenal dirinya sebagai Mujirun wayang.

Ia menyadari bakatnya memang ada di seni rupa. Pada tingkat sekolah menengah pertama (SMP) Mujirun mulai mengikuti sanggar kesenian untuk menyalurkan bakatnya. Kemudian setelah lulus SMP, ia melanjutkan sekolah seni rupa di Yogyakarta.

Karena kemampuannya menggambar, Peruri mendatangi Mujirun. Saat itu ia belum lulus dari sekolah seni rupa tersebut. Peruri menawarkan pekerjaan untuk dirinya.

Setelah masuk Peruri, ia ditempa, digembleng ilmu mengukir untuk uang di atas plat. Setelah itu ia dikirim ke Itali dan Swiss untuk mempelajari pengukiran uang yang tersohor di dunia.

"Di Italia saya digembleng, mulai dari anatomi ukiran, hingga detail-detail gambar. Karena memang saya hobi, jadi tidak merasa terbebani sama sekali meskipun harus banyak melihat garis-garis di ukiran," kenang dia.

Saat itu untuk menyelesaikan gambar untuk satu pecahan uang kertas biasanya dibutuhkan waktu sekitar 4 hingga 6 bulan. Mujirun menjelaskan untuk membuat gambar harus benar-benar sempurna dan teliti, prosesnya harus menggunakan kaca pembesar.

'Tidak boleh salah' adalah kata-kata yang selalu diterapkan oleh Mujirun saat menggambar di atas plat. Pasalnya, jika terjadi kesalahan, itu adalah kegagalan karena plat akan rusak tak bisa dipakai dan harus diulang dari awal.

Mujirun saat ini memang sudah pensiun dari tempat bekerja kebanggaannya. Ia kini masih aktif melukis dan mengukir, namun untuk kepentingan yang lain, bukan untuk kepentingan negara. Misalnya pesanan lukisan dari pejabat-pejabat dan kolektor.

Selama bekerja di Peruri, ada 13 pecahan mata uang yang sudah ia lukis. Seperti pecahan Rp 1.000 gambar pahlawan Sisingamangaraja XII tahun 1987. Kemudian Seri Soeharto tersenyum Rp 50.000 tahun 1995.

Selanjutnya gambar satwa Rusa Cervus Timorensis pecahan Rp 500 tahun 1988. Gambar Gunung Anak Krakatau Rp 100 tahun 1991. Gambar tokoh pahlawan pendidikan nasional Ki Hajar Dewantoro Rp 20.000 tahun 1998, Kapitan Pattimura Rp 1.000 tahun 2001, Tuanku Imam Bonjol Rp 5.000 tahun 2001, Otto Iskandar Di Nata pecahan Rp 20.000 tahun 2004 dan I Gusti Ngurah Rai Rp 50.000 tahun 2009. Terakhir, Mujirun menggambar uang pecahan Rp 50.000 berwarna tahun emisi 2009 bergambar Jenderal Sudirman. (kil/dna)

Sumber: detik.com