Menguntai potensi lawi-lawi, si rumput laut serupa anggur Peluang Usaha

Menguntai potensi lawi-lawi, si rumput laut serupa anggur

Terakhir diperbaharui: 17 Juli 2018

Sejak tahun lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadikan lawi-lawi sebagai salah satu komoditas unggulan. Sampai saat ini, pemerintah tengah menggenjot produksi lawi-lawi untuk kepentingan konsumsi lokal maupun ekspor. Di luar Sulawesi, lawi-lawi lebih dikenal dengan sebutan anggur laut atau seagrape.

Bentuknya yang unik, bulat menyerupai telur ikan,  dengan warna hijau membuat tanaman laut ini banyak diburu. “Bibit anggur laut, secara alami memang banyak ditemukan di Sulawesi Selatan, tepatnya di daerah Takalar. Saya juga dapat bibit dari sana,” kata Kadek Lila Antara, pembudidaya anggur laut asal kabupaten Buleleng, Bali.

Sejak tahun 2017, Kadek fokus membudidayakan dan memasarkan sendiri hasil panen anggur lautnya. Ia menjual panennya lewat akun sosial media seperti Instagram @seagrapebali dan Facebook. Ia juga memenuhi permintaan sejumlah restoran di sekitar Bali.

“Sebenarnya permintaan anggur laut ini banyak sekali, baik dari lokal maupun ekspor. Kalau ekspor biasanya ke Jepang. Saya masih kewalahan memenuhi permintaan lokal karena produksinya masih terbatas,” terang Kadek.

Dalam sebulan, Kadek bisa menjual sampai 200 kilogram (kg) anggur laut. Kadek bilang, permintaan sebenarnya lebih dari itu, tapi kapasitas produksi miliknya baru bisa mencapai 200 kg. “Selain dari sekitar Bali, konsumen saya juga banyak dari Jawa, seperti Jakarta, Solo, Semarang dan Yogya,” kata Kadek.

Selain permintaannya tinggi, harga anggur laut juga mahal. Kadek menjelaskan, per 100 gram anggur laut ukuran 7–10 centimeter (cm) dibanderol Rp 40.000. Jika lebih panjang, harganya bisa lebih tinggi. Dengan harga jual yang tinggi ini, ia memastikan konsumen mendapatkan kualitas yang seimbang dengan harganya.

Berbeda dengan Kadek yang membanderol anggur laut cukup tinggi, di tempat asalnya, Takalar, harga anggur laut tergolong rendah. Parigi, pembudidaya anggur laut asal Takalar, Sulawesi Selatan mengatakan satu karung anggur laut hasil panennya biasanya hanya dihargai Rp 300.000. Satu karung biasanya berisi sekitar 30 kg anggur laut.

“Orang sini sudah biasa makan ini. Hampir tiap hari kami makan ini, jadi harganya tidak bisa semahal tempat lain,” tuturnya. Ia mengaku membudidayakan sendiri anggur laut di tambak miliknya. Dalam sebulan, Parigi bisa menjual 40 – 50 karung anggur laut.

“Permintaannya mungkin banyak, tapi kalau punya saya sendiri masih memenuhi kebutuhan lokal, sekitar Sulawesi saja. Ada beberapa dari kota lain, seperti Bali, Lombok, Semarang, kebanyakan mereka cari bibitnya,” ungkap Parigi.      


Sumber: kontan.co.id