Juragan nasi burger favorit calon sarjana Peluang Usaha

Juragan nasi burger favorit calon sarjana

Terakhir diperbaharui: 23 Juni 2018

Masih mahasiswa tapi sudah berpenghasilan ratusan juta rupiah. Sosok itu salah satunya ada pada diri Khoirul Arifin.

Mahasiswa Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) ini sukses berbisnis nasi burger. Usaha kulinernya di bawah bendera NasiHut kini punya empat rumah produksi, yakni di Bogor, Bandung, Depok, dan Jakarta dengan ratusan reseller.

Khoirul hanya bermodal Rp 150.000 ketika memulai usaha nasi burger pada 2015 lalu. Statusnya saat itu: mahasiswa tahun pertama di IPB. “Sebagai mahasiswa baru, harus tinggal di asrama,” kata pria kelahiran 9 November 1996 ini.

Untuk bisa makan, dia bercerita, butuh perjuangan. Dia  mesti jalan kaki lumayan jauh dulu lantaran letak kantin dari asrama berjauhan. Belum lagi, kontur jalan di kampus IPB Dermaga yang naik turun semakin menambah perjuangan.

Dan, ada jam malam. Mahasiswa asrama tidak boleh keluar di atas jam sembilan malam. Kecuali, ada keperluan mendesak.

Alhasil, kalau mendadak lapar saat tengah malam, ia cuma bisa masak mi instan. “Padahal kan kalau lapar enaknya langsung makan nasi,” ujarnya.

Lalu, muncullah ide untuk membuat sesuatu yang sederhana, praktis, dan mengenyangkan, yaitu nasi burger. Khoirul pun langsung merealisasikan gagasan itu.

“Saya termasuk orang yang harus segera merealisasikan ide, saya bukan tipe orang yang nanti-nanti atau menunda-nunda,” tegas dia.

Maklum, sebelum masuk IPB, Khoirul sempat kuliah di Manajemen Informatika Bina Sarana Informatika (BSI), Bogor. Dia juga pernah membuka usaha pecel lele serta bekerja sebagai head of service Abunawas Steak and Shake dan staf produksi Superkue.

Jadi, “Sebelum di IPB, saya sudah punya banyak pengalaman kerja dan bisnis juga,” imbuhnya.

Lagian, sedari awal dia memang ingin berwirausaha. Dia punya alasan: dirinya adalah orang yang tidak suka diatur, tak senang ada batasan.

Dengan jadi pengusaha, kalau ada ide bisa langsung eksekusi. Beda dengan karyawan, semuanya tergantung keputusan atasan, akhirnya ide terkubur.

Maka, Khoirul menggunakan modal awal Rp 150.000 untuk membeli bahan dan peralatan masak sederhana. Tentu mulanya, dia melakukan eksperimen dulu.

Ia menggunakan beras dengan tingkat pulen seperti nasi di jaringan gerai restoran cepat saji, seperti KFC dan HokBen. Dan, nasi untuk burger bikinan dia ada rasanya. Ini juga yang jadi ciri khas nasi burger miliknya.

Nah, yang mencoba pertama kali nasi burger buatannya adalah dua teman satu asrama di IPB. “Saya lakukan percobaan sekali saja,” ungkap Khoirul.

Dia tidak menyangka nasi burger hasil kreasinya jadi sesuatu yang luarbiasa di awal penjualan. Ternyata, Nasihut langsung menuai respons sangat positif dari teman-teman di asrama. Sebanyak 75 nasi burger ludes.

Sistem market leader

Enggak butuh waktu lama, hanya dua bulan, bisnisnya berkembang pesat. Saban hari, dia memproduksi 500 nasi burger.

Dengan harga Rp 5.000 per buah, ia bisa mengantongi penghasilan Rp 2,5 juta per hari. Lantaran hanya jualan Senin sampai Jumat, maka omzet sebulan sekitar Rp 55 juta.

Khoirul memasarkan seluruh burger nasi buatannya ke 10 asrama di IPB. Ia tidak jualan langsung, ada reseller yang membantu.

Para reseller ini tak lain adalah mahasiswa IPB. “Pada bulan kedua jualan, saya punya 102 reseller,” ujarnya.

Tadinya, Khoirul menerapkan sistem bagi hasil kepada para reseller. Tapi ternyata, metode itu membuat mereka tak bertahan lama. Begitu ada produk baru yang menawarkan keuntungan lebih besar, reseller akan pindah ke sana.

Karena itu, ia pun ganti strategi dengan memakai sistem gaji. Cuma, dia tetap memasang target penjualan per hari kepada para reseller yang kebanyakan mahasiswa baru.

“Mereka saya training termasuk soal pelayanan. Jika berhasil melewati target, ada poin-poin penilaian yang akan menjadi bonus saat gajian,” jelas Khoirul.

Untuk urusan produksi, awalnya dia menumpang di rumah orangtuanya, yang jaraknya sekitar 40 menit dari kampus IPB Dermaga. Ketika itu, dia sudah punya lima karyawan di bagian produksi. Sekarang, Khoirul telah memiliki rumah produksi sendiri di kota hujan.

Sukses di Bogor, dia merambah ke Bandung, persisnya ke Telkom University. Pasarnya lebih besar daripada IPB karena ada 12 asrama mahasiswa di kampus tersebut. Ia menggandeng mahasiswa Telkom University yang tak lain teman satu sekolah menengah pertama.

Meski awalnya coba-coba, sama seperti di IPB, sambutan mahasiswa Telkom University atas NasiHut juga bagus. Walhasil, Khoirul melebarkan sayap bisnisnya ke Universitas Padjajaran (Unpad) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Demi fokus ke usahanya yang semakin besar, dia akhirnya memutuskan keluar dari IPB pada semester ketiga. Apalagi, ia merangsek juga ke daerah Depok, dengan mengincar pasar mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Universitas Pancasila, dan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP).

Dari Depok, NasiHut masuk ke Jakarta, tepatnya mengincar mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rawamangun. “Ini sistemnya sama, saya kerjasama dengan orang untuk rumah produksi,” kata dia.

Untuk strategi pemasaran, mulai 2017, Khoirul tidak mengontrol langsung para reseller NasiHut. Ia mengaplikasikan metode baru yakni market leader university. Satu universitas ada market leader yang menaungi reseller.

“Keuntungannya pakai sistem ini, pemasaran sangat efektif karena saya tinggal kirim NasiHut ke market leader, lalu dia kirim hasil penjualannya ke saya. Saya tidak perlu lagi ke reseller,” jelasnya.

Gandeng investor

Tentu, selama menjalani bisnis NasiHut, Khoirul pernah merasakan pengalaman tidak menyenangkan. Contoh, karena yang jadi reseller adalah mahasiswa, maka setoran hasil penjualan sering seret.

Separuh dari mereka telat bahkan tidak menyetorkan uang hasil penjualan. “Kalau berurusan sama mahasiswa kan seringnya nanti dulu. Alasannya, uang mereka pakai untuk biaya fotokopi lah, nge-print lah. Cukup mengganggu arus kas, sih,” bebernya.

Namun, karena ongkos pembuatan nasi burger murah dan produksinya banyak, itu tak sampai membuat bisnis NasiHut berhenti. “Cuma, dengan ada sistem market leader, arus kas tetap lancar dan aman. Kan, ada semacam kontrak kerjasama antara si market leader dengan reseller,” ujar dia.

Pengalaman tidak mengenakkan lain, ada reseller yang membuat sendiri usaha nasi burger. “Tapi ya, sudahlah, toh saya enggak boleh menghambat rezeki orang. Namun entah kenapa, pasti customer balik lagi ke kami karena tahu pelopornya siapa,” tambah Khoirul.

Saat ini, NasiHut memproduksi 1.000 nasi burger per hari untuk tiap kota, dengan harga tetap Rp 5.000 per buah. Itu berarti, total mencapai 4.000 buah sehari. Sayangnya, Khoirul menolak buka-bukan untuk urusan pendapatannya.

Dalam waktu dekat, NasiHut berencana mengeluarkan produk baru. Misalnya, rice bowl yang meluncur saat bulan puasa nanti yang juga ditawarkan sebagai menu sahur. “Saya ingin saat para mahasiswa bangun untuk sahur, makannya langsung NasiHut,” ujarnya.

Rencana lainnya, Khoirul ingin usahanya berbentuk perseroan terbatas (PT). Sekarang, ia sedang dalam proses legalitas pembentukan PT.

Sebab, dia mengaku, ada banyak investor yang mau masuk ke NasiHut. Tapi, ada tiga calon investor yang potensial karena cocok dengan visi dan misinya.

Setelah PT terbentuk, langkah pertama Khoirul adalah mencari koki yang bagus dan berkualitas. Soalnya, ia ingin standar masakannya seperti jaringan restoran cepat saji, bukan standar makanan rumahan.

“Sampai sekarang saya sebetulnya tidak punya chef. Karena keterbatasan saya dalam bidang makanan, jadi saya perlu chef berkualitas,” ungkapnya.

Habis itu, Khoirul ingin mewujudkan mimpinya, bisa masuk ke kampus-kampus di seluruh Indonesia. “Dengan standar dan bahan yang memang kalau bisa dari kami,” kata dia.

Bakal lebih ekspansif.

Sumber: kontan.co.id