Harga aluminium tertahan koreksi teknikal Investasi

Harga aluminium tertahan koreksi teknikal

Terakhir diperbaharui: 21 April 2018

BISNIS1.COM - JAKARTA. Penguatan harga aluminium yang melaju kencang sejak Maret lalu, akhirnya mulai tertahan. Komoditas logam industri itu mulai mengalami koreksi teknikal.

Mengutip Bloomberg, pada penutupan perdagangan Kamis (19/4) harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) tercatat menguat 2,05% ke level US$ 2.485 per metrik ton. Jika dibandingkan sepekan sebelumnya penguatannya telah mencapai 6,88%.

"Ini wajar, setelah rally pasti ada koreksi," ujar Andri Hardianto, Analis PT Asia Tradepoint Futures kepada Kontan, Jumat (20/4).

Apalagi harga sudah menyentuh level tertinggi sejak tahun 2015. Menurutnya sejak AS memberikan sanksi terhadap beberapa pebisnis Rusia harganya aluminium sudah menguat hingga 20%. Ditambah lagi menjelang akhir pekan potensi terjadinya aksi ambil untung cukup besar.

Selain karena koreksi teknikal, alumunium juga mendapatkan tekanan dari kenaikan dollar Amerika Serikat (AS). Mengutip Bloomberg, Jumat (20/4) pukul 18.30 wib tercatat menguat 0,18% ke level 90,10. Penguatan dollar membuat harga aluminium menjadi lebih mahal untuk pemegang mata uang lainnya.

Andri melihat dengan posisi harga yang sempat menguat tajam koreksi teknikal ini bisa berlangsung agak lama. Ia memperkirakan pelemahan bisa bertahan sampai akhir April nanti. Kemungkinan aluminium akan melemah ke level US$ 2.400 per metrik ton.

Namun setelah itu harga akan kembali mengalami penguatan. Dalam jangka pendek aluminium masih berada dalam trend bullish. Ada sekitar 420.000 ton stok aluminium di LME yang akan segera ditarik.

"Namun untuk jangka panjang setelah adanya sanksi ini perusahaan aluminium Rusal pasti akan mengerem produksinya," imbuhnya.

Penguatan harga ini bermula dari dimasukkannya pengusaha aluminium Rusia Oleg Deripaska dalam daftar hitam AS. Sejumlah pedagang dan pelanggan telah berhenti membeli aluminium milik Rusal. Hal itu membuat perusahaan menimbun produknya di salah satu pabrik besar di Siberia.

Sumber: kontan.co.id