Sebagai negara tropis, musim hujan selalu setia mengguyur wilayah Indonesia selama periode tertentu. Agar hujan tidak menghalangi aktivitas di luar ruangan terutama yang berkendara dengan sepeda motor, beragam inovasi pun mulai bermunculan.
Salah satu terobosan yang sedang menjadi tren adalah jas hujan muslimah. Maklum, mayoritas penduduk negara kita memeluk agama Islam. Secara fisik, tampilan jas hujan ini lebih mirip gamis muslimah.
Dan, tren jas hujan muslimah juga tidak lepas dari gaya mutakhir lain yang sedang berkembang di negeri ini, yakni busana muslimah syar’i. Alhasil, jas hujan ini jadi incaran kaum hawa lantaran memudahkan mereka.
Apalagi, jas hujan muslimah tak sekadar pelindung dari hujan. Tampilannya modis, mengikuti busana muslim kekinian.
Tambah lagi, Eka Riski Indriyani, produsen jas hujan muslimah merek Sheba asal Tangerang, mengungkapkan, jas hujan konvensional samasekali tidak nyaman. Tak jarang, penggunaan jas hujan model ponco membuat pemakainya celaka saat berkendara.
Saat ini Eka, yang mulai membuat jas hujan muslimah pada 2013, mampu menjual hingga 500 pieces tiap minggu. Harga satu produk mulai Rp 325.000 hingga Rp 375.000.
Menurut dia, jas hujan muslimah mulai laris manis di pasaran pada tahun 2015. Tiap musim hujan tiba, permintaan produkjas hujan model ini bisa melonjak tiga kali lipat.
Pemain lainnya, Ratna Sari Nasution asal Palembang dengan brand Zahiraz, memproduksi jas hujan muslimah sejak 2015 lalu. Ia tertarik berkecimpung di bisnis ini, karena jas hujan muslimah lagi naik daun.
Awalnya, dia cuma membuat jas hujan konvensional. Namun, lantaran banyak permintaan dari konsumen, Ratna pun ikut mencicipi peluang usaha jas hujan muslimah.
Apalagi, belakangan yang meminati jas hujan ini tidak hanya dari kalangan perempuan berhijab. “Mulai ada teman non-muslim yang tertarik mencoba karena lebih nyaman,” ujarnya.
Sekarang, Ratna sanggup memproduksi 800 pieces dalam sebulan. Banderol harga yang ia patok mulai Rp 125.00 hingga Rp 150.000 per satuan.
Memulai usaha pembuatan jas hujan konvensional semenjak 2011, Eka bilang, permintaan jas hujan muslimah kini makin meningkat. Alhasil, peluang bisnis ini makin menarik.
Desain zaman now
Meski begitu, merintis bisnis jas hujan muslimah bukan tanpa kesulitan. Tantangannya, Eka mengungkapkan, mencari bahan baku yang bagus. Mulanya, ia menggunakan bahan baku buatan lokal tetapi ternyata kurang memuaskan.
Baru, setelah menemukan bahan baku asal Korea Selatan, Eka mulai puas. Kelebihan bahan baku impor dari negeri ginseng: teksturnya seperti daun talas dan sangat kuat. Harganya, mulai Rp 22.000 sampai Rp 25.000 per yard alias 0,914 meter, tergantung kuantitas pemesanan bahan baku ini.
Karena menggunakan bahan baku yang didatangkan dari luar negeri, maka Eka harus menyiasati dengan manajemen stok yang akurat. Soalnya, Eka bilang, kerap pengiriman bahan ini terkena red line atau tertahan di Bea Cukai.
Setelah menemukan bahan baku yang bagus, langkah selanjutnya ialah menciptakan desain jas hujan muslimah yang modern dan menarik. “Sebab, kebanyakan konsumen kami adalah kalangan muslimah yang muda dan ingin tampil stylish,” ungkap Eka.
Untuk itu, mesin jahit khusus jas hujan jadi salah satu kunci untuk bikin jas hujan muslimah dengan desain zaman now. Mesin ini memiliki setting tersendiri yang mampu menutup jahitan. Harga satu unit minimal Rp 60 juta.
Memang, Ratna menyebutkan, agar jas hujan muslimah laku di pasar, ia wajib punya desain yang menarik. Selain itu, tentu saja, harus berkualitas bagus dan tahan lama. “Hitungan saya secara umum, jas hujan minimal bisa bertahan dua tahun,” sebutnya.
Untuk desain, Anda tidak mesti mendesain sendiri, bisa diserahkan ke orang lain, walau menambah biaya. Di awal bisnisnya, Ratna sempat memakai jasa desain pihak ketiga.
Lalu, untuk kualitas bahan, kuncinya ada di pemilihan bahan baku juga proses pembuatan. Ratna mengimpor dari Korea Selatan dan China.
Ratna memulai bisnis jas hujan muslimah dengan modal sekitar Rp 80 juta–Rp 90 juta. Mayoritas untuk membeli mesin dan bahan baku. Investasi bisa lebih murah kalau membeli mesin bekas, dengan penyusutan modal hingga 35%.
Saat ini, Ratna memiliki 10 karyawan yang terdiri dari desainer dan penjahit. Untuk merekrut pekerja, bisa dari teman dekat ataupun membuka lowongan di media sosial.
Khusus desainer, Ratna mengatakan, kudu memiliki inovasi tinggi untuk terus menciptakan kreasi demi kreasi. Sedang kriteria penjahit tidak terlalu rumit. “Yang penting mau kerja dan cekatan,” tegasnya.
Sementara, Eka saat ini mempekerjakan 9 karyawan tetap dan 20 pekerja tidak tetap yang merupakan ibu-ibu yang tinggal di sekitar rumahnya. Sistemnya adalah industri rumahan dan mereka bekerja di dua rumah yang dijadikan pusat produksi.
Untuk penjahit, ia mengutamakan memberdayakan ibu-ibu di seputaran rumahnya agar bisa mencari uang tambahan. Untuk desainer, Eka sendiri yang menjadi koordinator. Ia dibantu dua asisten untuk mendesain. “Harus punya ide unik dan peka terhadap perkembangan mode,” imbuhnya.
Siapa mau meniru jejak Eka dan Ratna berbisnis jas hujan muslimah yang kian tren?