Laba usaha mocaf semakin mantap Peluang Usaha

Laba usaha mocaf semakin mantap

Terakhir diperbaharui: 11 Desember 2018

Gaya hidup sehat semakin mewabah di Indonesia. Masyarakat yang melakoni gaya hidup sehat jelas pilih-pilih kudapan. Penganan berbahan baku tepung yang mengandung gluten tentu tidak masuk daftar.

Alhasil, tren gaya hidup sehat jadi salah satu pendorong permintaan mocaf, singkatan dari modified cassava flour alias tepung singkong modifikasi. Sebab, tepung yang melalui proses fermentasi ini bebas gluten atawa gluten free.

Karakteristiknya mirip dengan terigu, sehingga bisa digunakan sebagai bahan pengganti tepung yang terbuat dari gandum tersebut.

Kini, banyak pembuat makanan yang memanfaatkan mocaf sebagai bahan baku mi, kue kering, juga kue basah. Permintaan yang meningkat tentu berkah buat produsen mocaf.

Sebut saja, Ade Rinanda asal Yogyakarta. Dengan mengibarkan merek Permata Flower Mocaf, ia mulai memproduksi tepung ini sejak 2015 lalu.

Sebelum membuat sendiri, dia merupakan pengguna mocaf semenjak 2013 silam lantaran memiliki usaha kuliner. “Saya memilih menjadi produsen mocaf karena melihat prospeknya yang menarik,” ungkap pria 43 tahun ini.

Sekarang, Ade mampu memproduksi 10 ton mocaf per bulan. Dengan banderol harga Rp 15.000 untuk kemasan 1 kg, setiap bulan penghasilan yang masuk kantongnya mencapai Rp 150 juta. Untuk margin usaha ini, ia mengaku, angkanya sebesar 25% sampai 35%.

Selain bebas gluten, Ade bilang, keunggulan lain mocaf ada pada kandungan gizi yang lebih kaya dibanding jenis tepung lainnya. Contoh, memiliki kandungan serat tinggi.

Selain itu, harga mocaf lebih murah ketimbang tepung terigu maupun beras. Walhasil, pembuat kudapan bisa menghemat ongkos produksi. Buntutnya, harga jual penganan ke konsumen bisa lebih murah.

Untuk membuat 1 kg mi, misalnya, mocaf mampu menggantikan 50% terigu. Sementara dalam pembuatan kue, mocaf bisa menggantikan seluruhnya peran terigu.

Sehingga, masyarakat sekarang mulai familier dengan mocaf. Permintaannya pun, menurut Ade, melonjak hingga dua kali lipat dalam tiga tahun terakhir.

Prospek yang menarik juga membuat Nurcahyo dari Bandung menggeluti usaha ini awal tahun lalu. Memang, kapasitas produksi lelaki kelahiran Malang, Jawa Timur, ini baru dua ton sebulan.

Namun di pertengahan tahun depan, ia akan mengerek produksi dengan membangun pabrik mini di kawasan Parompong, Bandung. “Bisa naik lima kali lipat,” ungkapnya.

Nurcahyo berani mendongkrak produksi mocaf setelah melihat permintaan yang terus meningkat. Dia pun sangat optimistis, ke depan penjualannya terus bertambah.

Bahan baku unggul

Bagi yang tertarik mengikuti jejak Ade dan Nurcahyo, pertama kali yang harus Anda lakukan adalah memastikan jaminan pasokan singkong yang berkualitas. Karena pemain mulai banyak, maka untuk menghasilkan mocaf yang baik harus dari bahan baku yang baik pula.

Menurut Nurcahyo, bahan baku yang unggul bisa Anda lihat dari ketela pohon yang memiliki daging putih bersih tapi tidak terlalu keras. Untuk bisa memperolehnya, ia membeli dari petani asal Bogor, Jawa Barat, dan Trenggalek, Jawa Timur. Kisaran harga singkong unggul dari petani antara Rp 1.800–Rp 2.000 per kg.

Sedang Ade mendapatkan pasokan singkong dari wilayah Yogyakarta dan Trenggalek. Harganya memang sedikit lebih mahal, sekitar Rp 2.000 hingga Rp 2.500 untuk satu kilogram. “Namun kualitasnya oke punya,” ujarnya.

Cuma, Anda harus tahu, ada kalanya panen singkong mengalami gangguan akibat siklus musim hujan yang berubah. Informasi saja, singkong akan tumbuh subur saat kemarau.

Setelah memastikan pasokan bahan baku, untuk bisa menghasilkan mocaf, mesti melewati proses fermentasi agar tepung bisa memiliki karakteristik terigu. Bukan cuma itu, fermentasi juga untuk meningkatkan nilai gizi mocaf layaknya proses kedelai jadi tempe.

Ada dua mesin yang Anda perlukan dalam proses ini: mesin pemotong dan penghancur singkong. Kedua mesin bisa Anda dapatkan dengan mudah di toko online dan offline. Harganya berkisar Rp 1,5 juta hingga Rp 4 juta per mesin untuk buatan China. Ade bilang, kualitas mesin buatan Tiongkok terbilang cukup baik.

Proses pembuatan mocaf, Ade mengatakan, juga tidak rumit, kok. Setelah singkong dikupas kulitnya dan dibersihkan dengan air mengalir, selanjutnya dipotong kecil-kecil dengan menggunakan mesin pemotong.

Kemudian, direndam dalam enzim bio-mocaf selama satu hari. Tahap berikutnya, dijemur hingga kering lalu ditumbuk dan dihaluskan dengan mesin.

Langkah selanjutnya adalah pengemasan. Anda bisa mengemas mocaf dalam plastik kemasan berbagai ukuran.

Edukasi masyarakat

Oh, iya, Ade mengingatkan, jangan lupa mengurus izin ke Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat. Ini penting, untuk memberikan pesan: tepung Anda layak jual dan memenuhi standar kesehatan.

Berdasarkan pengalamannya mengurus perizinan itu dua tahun lalu, Ade membeberkan, selama semua syarat terpenuhi, maka izin bisa keluar dalam waktu delapan bulan. Biayanya sebesar Rp 1,5 juta.

Sementara proses izin yang Nurcahyo jalani jauh lebih singkat yakni lima bulan. Tetapi, ia enggan mengungkapkan secara pasti, berapa biaya pengurusannya. Yang jelas, “Tidak sampai Rp 5 juta,” sebutnya.

Setelah dikemas dengan mengantongi izin edar dari lembaga terkait, mocaf siap Anda pasarkan. Baik Nurcahyo maupun Ade sepakat, meski sudah lebih familier, untuk bisa mempromosikan tepung ini tetap membutuhkan upaya ekstra.

Salah satu proses pemasaran yang mereka tekankan adalah, mengedukasi masyarakat. Ini penting untuk bisa merebut hati konsumen baru yang kebanyakan masih memandang sebelah mata tepung tersebut.

Meski begitu, mereka mengaku diuntungkan dengan perkembangan pesat internet yang memudahkan proses penjualan mocaf. Berbeda dengan empat tahun atau lima tahun lalu, kini penjualan lewat kanal daring kian marak. Makanya, strategi terbaik untuk menjual mocaf dengan memakai website, media sosial (medsos), juga marketplace.

Tidak heran, Ade sekarang mengandalkan 80% pemasaran lewat saluran online. “Selain jangkauannya lebih luas, juga lebih efisien,” katanya.

Begitu juga dengan Nurcahyo, yang tiap bulan menyisihkan Rp 1 juta–Rp 3 juta untuk promosi via dunia maya. Uang itu mayoritas dia gunakan untuk biaya Facebook Ads dan promosi berbayar lain.

Nurcahyo juga aktif menggunakan strategi reseller untuk memperluas jaringan pemasaran produknya. Meski baru memasuki tahun kedua, ia sudah punya 25 reseller yang tersebar di Jawa dan Sumatra.

Bagaimana, apakah Anda tertarik terjun ke usaha pembuatan mocaf?

Reporter: Ragil Nugroho
Editor: S.S. Kurniawan
Sumber: kontan.co.id