HART, kripto untuk data pertanian di Indonesia akan segera dijual ke publik Investasi

HART, kripto untuk data pertanian di Indonesia akan segera dijual ke publik

Terakhir diperbaharui: 21 Oktober 2018

BISNIS1.COM - JAKARTA. Token Hara (HART), sebuah kripto yang dibuat untuk mendukung transaksi dalam eksosistem pertukaran data pertanian di Indonesia akan segera dijual ke publik. Proses penjualan akan berlangsung dari 23 Oktober 2018 hingga 30 November.

Tahap pra penjualan akan dimulai pada 23 Oktober hingga 13 November. Minimum komitmen pembelian pada pra penjualan ini dipatok ke 5 ETH. Setelah pra penjualan, dilanjutkan dengan periode penjualan ke publik (public sale) hingga 30 November.

"Membeli pada pra-penjualan ini akan memberi Anda beberapa bonus bagus. Bahkan, jika Anda bergabung di minggu pertama, Anda akan menerima token tambahan hingga 35% sebagai bonus," demikian keterangan yang disampaikan manajemen Hara, dalam keterangan yang dirilis, Jumat (19/10).

Pada tahap pra penjualan ini, token Hara dapat dibeli di dua platform yaitu Liquid dan Tokenomy.

Penjualan di Liquid dilakukan pada 23 Oktober (9:00 AM GMT+7) hingga 30 Oktober 2018 (8:59 AM GMT+7) dengan bonus 35%. Total token Hara yang dijual di sini sebanyak 30.666.667 token.

Sedangkan pra penjualan di Tokenomy dilakukan pada 23 Oktober ((9:00 AM GMT+7) hingga 13 November 2018 (8:59 AM GMT+7). Bila Anda membeli di Tokenomy, bonus yang didapat 15% bila mengguna ETH dan BTC dan 20% bila menggunakan TEN. Jumlah token Hara yang dijual di Tokenomy sebanyak 24 juta token.

Setelah pra penjualan, dilanjutkan periode public sale dengan harga yang lebih murah yang akan berlangsung dari 13 November 2018 (GMT + 7 9:00) hingga 30 November 2018 ( GMT + 7 9:00 AM).

"Dalam penjualan publik, pembelian minimum adalah 0,5 ETH. Jika Anda membeli melalui Tokenomy, Anda akan menerima 5% token tambahan," tulis manajemen Hara.

Pada periode penjualan publik ini, jumlah token yang tersedia di Liquid sebanyak 70.560.000 HART dan di Tokenomy sebanyak 16.800.000 HART.

Regi Wahyu, Founder & Chief Executive Officer Hara mengatakan proses penjualan ini dilakukan melalui beberapa tahap hingga 30 November. Total token yang dijual ke pasar sebanyak 360 juta token HART. "Harga nanti akan dikeluarkan. Sebelum launching belum boleh," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (19/10).

Seperti ditulis Kontan.co.id sebelumnya, Hara membuat eksosistem pertukaran data pertanian berbasis blockchain. Dalam eksostem ini, token Hara menjadi instrumen untuk mempermudah proses transaksi jual beli data.

Regi mengatakan saat ini sudah ada 8.700 petani yang masuk dalam ekosistem ini. Selain mitra petani, Hara juga sudah bekerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan, asuransi dan perusahaan pupuk yang akan menjadi pengguna data pertanian tersebut.

Dalam eksosistem yang dibangun Hara ini, para petani menjadi pemasok data. Lalu, data-data tersebut kemudian diakses dan dimanfaatkan oleh mitra Hara, seperti lembaga pembiyaan, perusahaan asuransi pertanian, perusahaan penyedia sarana pertanian, dan juga pembeli produk pertanian.

Ada pun kategori data yang disediakan, mulai data umum seperti identitas dan latar belakang petani dan data hasil geo-tagging, seperti luas dan lokasi lahan. Selain itu, juga data aktivitas pertanian, seperti produk yang ditanam dan kuantitas panen, data terkait ekologi seperti cuaca dan karakteristik tanah, dan data terkait pasar, harga, dan transaksi pembelian benih, serta harga dan di mana mereka menjual hasil pertanian. Data-data itu ditanamkan di blockchain dan tidak ada yang bisa mengubah apa yang sudah dicatat.

Data-data tersebut, menurut Regi, bisa dimanfaatkan oleh bank untuk melakukan verifikasi sebelum memberikan kredit. Bisa juga digunakan oleh perusahaan asuransi untuk menghitung profil risiko sebelum menawarkan produk asuransi pertanian.

Regi berharap agar para partisipan yang membeli token Hara yakin denga proyek blockchain yang dikembangkan Hara ini. Tak hanya itu, Regi juga berharap agar para pembeli sadar akan risiko kondisi pasar kripto yang fluktuatif. "Kami tidak ingin para kontributor itu hanya ikut-ikutan karena orang lain atau karena Fomo (fear of missing out) atau hype," ujarnya.

Reporter: Petrus Dabu
Editor: Komarul Hidayat
Sumber: kontan.co.id